BERANDA

WWW.WINTIM2.COM

SELAMAT DATANG DAN SILAHKAN BERGABUNG

WWW.WINTIM2.COM

Sabtu, 12 Februari 2011

Husni Mubarak “Lengser” ketika Militer Berpihak Rakyat


Akhirnya “Jumatul Ghadhab” itu menemukan “Jumatut Tarhil” (Jumat perginya Mubarak), revolusi Jumat di Mesir yang dimulai pekan terakhir Januari 2011, berakhir pada Jumat ketiga tepat 11/02/2011. Hari bersejarah bagi Mesir dimana kediktatoran Husni Mubarak bisa dihentikan. Kemenangan suara rakyat yang juga menjadi suara Tuhan. Korban ratusan orang akibat bentrokan-bentrokan demonstran tidak sia-sia.

Trik-trik mengambil hati rakyat yang mulai berdemo sejak 26/01/11 itu dimulai dengan dibentuknya kabinet Ahmed Shafiq (28/01/11), janji pemilu, janji akan adanya demokrasi, janji reformasi, tapi semuanya tak mempan. Para pengunjuk rasa selama 3 pekan fokus, perubahan rezim tidak hanya sekedar perubahan kabinet, atau sekedar kedok bongkar pasang pimpinan pemerintahan yang ujung-ujungnya masih kroni Mubarak. “Mereka yang menuntut perubahan rezim, tidak mengubah kabinet,” wartawan Al Jazeera Rawya Rageh memberitakan.

Ribuan demonstran entah punya keberanian darimana, entah mempunyai tenaga tanpa henti darimana, tetap fokus, bergeming, tak tergoyahkan untuk terus menyuarakan turunnya sang Firaun masa kini. Militer yang biasanya galak menyalakkan senjata, tak kuasa bertindak lebih jauh melawan rakyat negeri sendiri. Militer Mesir memainkan peran besar dan kiranya terpuji mengukirkan sejarah baru untuk perubahan positif di negara itu.
Sejarah panjang dari tahun 1981 sampai 2011 tepat 30 tahun kekuasaannya, upaya-upaya mengakhiri kediktatoran bermacam-macam sudah dan tentu saja gagal. Tercatat, banyak pelanggaran HAM untuk membasmi mereka yang berseberangan dengannya, menjadikan Ikhwanul Muslimin menjadi partai terlarang di Mesir berikut membunuh keji para pemimpinnya, memanipulasi pemilu dengan berbagai kecurangan, dan tentu saja rezimnya yang korup telah menjadikan dirinya bagaikan tak tergulingkan.

Ketika Jenderal Hassan al-Roueini (10/02/11), salah satu komandan militer Kairo datang ke Lapangan Tahrir lalu mengatakan di hadapan para demonstran, “Semua tuntutan kalian akan terwujud hari ini” disinilah bukti militer Mesir sudah berseberangan dengan Husni Mubarak.

“Saya tidak akan mencalonkan diri lagi pada pemilihan umum September mendatang,” tolaknya beberapa jam kemudian. Trik manipulasi yang sudah sangat dikenal rakyat Mesir itu serta merta tak digubris, disambut dengan makin parahnya protes di hari Jumat penggulingannya. Wakil Presiden Mesir Omar Suleiman yang sedianya menjadi tameng kekuasaannya pun tak kuasa menahan suara rakyat yang kian menggelora, sehari setelah penolakannya mundur itu, terpaksalah Omar Suleiman yang menyatakan lengsernya Husni Mubarak ,”Dalam situasi pedih yang telah dilalui negeri ini, Presiden Husni Mubarak memutuskan meninggalkan posisinya sebagai presiden republik. Ia telah memberi mandat kepada Majelis Tertinggi Militer untuk menjalankan negara. Allah adalah pelindung dan penolong kita”. Drama 3 pekan itu berakhir dengan kemenangan rakyat.
———–
Lengsernya Husni Mubarak adalah kemenangan rakyat, tetapi kuncinya adalah militer. Keangkuhan kediktatorannya diam-diam ditinggalkan para petinggi militernya, yang menunggu waktu. Maka sikap militer Mesir cenderung berpihak rakyat pengunjuk rasa, terkesan “membiarkan” aksi demo, hanya melindungi obyek vital, dan mengkonsentrasikan di lapangan Tahrir. Husni Mubarak boleh saja menunjuk siapa saja dari kroninya sebagai tameng kekuasaan, tapi namun Dewan Komando Tertinggi Militer Mesir terang-terangan menolak mendukung pengalihan kekuasaan ke Omar Suleiman. Inilah titik balik, yang melengserkan Husni Mubarak.

Jenderal-jenderal penting seperti dilaporkan kantor berita negara MENA, terang - terangan “mendukung permintaan sah rakyat” dan akan “melakukan langkah-langkah untuk melindungi negara”.
Mereka yang sering disebut-sebut dalam keberpihakannya terhadap rakyat dan kemudian mengambil alih pemerintahan sementara adalah :
- Hussein Tantawi ( Menhan ), menolak tawaran wakil PM, untuk mengambil hati rakyat di tahrir Square
- Mahmoud Reda Hafez Mohamed, kepala staf angkata udara Mesir
- Sami Hafez Anan, mediator transisi ke pemerintahan baru
- Letnan Jenderal Abd El-Aziz Seif Eldeen, komandan pertahanan udara
- Mohab Mamish, kepala angkatan laut
jajaran komandan tertinggi tersebut, belum ditambah lagi belasan komandan militer lapangan, yang berbalik ikut mengambil peran dalam gerakan demonstrasi.
Semakin jelas bahwa ketika Militer Mesir kepada rakyat pengunjuk rasalah yang menjadi kunci berakhirnya drama 3 pekan, tergulingnya Husni Mubarak. Terlepas apapun motif di belakang mereka, kekuasaan pemerintahan mutlak didukung militer.
————
Kejadian Mesir, sangat mirip kejadian lengsernya Suharto, 1998. ketika rakyat leluasa dijaga militer berdemo habis-habisan di pelataran Gedung MPR/DPR Jakarta. Ketika Gusdur, mengeluarkan dekrit pembubaran MPR, yang tak didukung sama sekali oleh TNI, kekuasaan pemerintahan tak punya taji.
Mesir mungkin belajar dari Indonesia dalam proses pelengseran Suharto, berikut peran militernya. Militer, tentara sudah seharusnya tumbuh bersama rakyat, pengawal demokrasi, memberi ruang, dan mencegah tirani yang menyengsarakan rakyat merajalela.

Oya, jika kemarin ada saja yang bermimpi, kejatuhan Zine El Abidine Ben Ali (Tunisia), Husni Mubarak (Mesir), menular ke SBY, saya harus mengatakan ketidaksetujuan. Karena negara-negara itulah yang justru tertinggal, yang justru harus belajar banyak dari proses transisi demokrasi di Indonesia. Seburuk-buruknya SBY, tiap hari dicaci maki, dan dibela habis-habisan oleh para pendukungnya, demokrasi dan kesejahteraan masih punya pergerakan positif. Tidak pernah ada aksi penangkapan penentangnya, dan perbedaan selalu dikembalikan ke meja hukum. Berdemolah, sepuasnya nikmati era demokrasi Indonesia tercinta.

Kemudian, adakah alasan militer berdiri berseberangan dengan SBY ? apalagi setelah program remunerasi digulirkan ? alasan yang cukup, bahwa militer akan tetap berdiri di belakang SBY. Karena dua alasan : belum terciptanya tirani, dan stabilitas masih terjaga.

Mari energi kebangsaan kita disalurkan untuk memakmurkan negeri, bukan untuk saling menjatuhkan. Dan, penguasa ingatlah tidak ada tirani yang tidak jatuh, berhentilah berpongah sebelum rakyat menjatuhkanmu dengan noda malu tercoreng dalam sejarah.

Tidak ada komentar: